Gue selalu tau apa yang gue pengenin pas gue dewasa nanti: nikah, punya anak, punya karir bagus, hidup bahagia. Itu doang. Tapi ngga tau kenapa, gue pasti rada-rada aneh ngebicarain hal itu ama orang yang bukan temen cewek gue, even if it’s my mother. Ini baru gue sadari pas gue SMS-an ama kaka-kakaan gue yang cowok, dia sekolah di SMA yang jauh dari SMP gue sendiri. Pas kita lagi ngomongin soal college, yang menurut gue masih cukup enak dibicarain, ada satu penggalan kalimat yang bikin gue “ya ampun jeng jeng jeng”: “You’ll be seeing my novels, when we’re adults………”
Dan kata “adults” itu terlalu jauh buat gue. Maksud gue, helloooo! “Adults” means we’re grown up, have a life of our own, make our own money, have a family, and…… have kids. Gue ngga tau kenapa, gue suka banget sama yang namanya topik “anak”, terutama bayi. Mungkin gara-gara gue anak tunggal tapi sepupu-sepupu gue masih pada kecil-kecil, makanya gue jadi sayaaaaaang banget sama anak kecil.
Kembali ke masalah utama, pas gue baca bagian kalimat itu, gue jadi mikir apa yang bakal terjadi kalo gue udah dewasa. Gue mikir kea gimana gue bakal kuliah dan kerja nanti, nikah, terus punya anak dan ngurusin suami + anak. Dan tiba-tiba gue mikir lagi: gimana kalo pernikahan gue nanti kacau dan harus cerai? Ngga tau, deh, gue jadi mikirnya lebay.
However, kaka-kakaan gue bilangnya dia mau masuk ke English Literature Major, karena dia pengen bisa jadi novelis. Dan gue sendiri? Hmm… a cool fashion designer is my big dream, although sometimes I still want to be a doctor and a novelist, too. I want to go to Fashion Design in ITB (that’s what Sekar says. She says ITB has the best fashion design thingy in Indonesia) or LaSalle or Esmode. Then I wanna go to Parsons The New School of Design. I want to outshine Marc Jacobs, Donna Karan and especially Vera Wang, because I love to make dresses. Totally. More than just Anne Avanti or Mario Lawalata.
Btw, kenapa gue ama dia ngomongin soal college? Awalnya, gue minta dia ngedoain gue supaya gue bisa ikutan homestay di Australia dalam rangka Asian Dialogues, kea forum internasional di sekolah gue yang kerjasama ama British Council gitu. Pengumumannya Maret akhir (gila, kecepetan!!). Dan gue nanya, dia udah ke negara apa aja? Dia bilang, kalo liburan dia udah ke USA ama Singapore, kalo ngewakilin sekolah ke Malaysia ama Jepang. Seru, ya? Dan ternyata dia juga punya keinginan buat pergi ke Australi, bukan hanya karena pengen dateng doang. Tapi karena novelis favorit dia juga lahir dan tinggal disana. Dan katanya kalo gue berhasil, dia mau nitip novel ke gue. Enak amet dah, ntar kalo gue keterima homestay terus gue jadi ngebeliin novel, gue mo minta uang ganti aaaah! :p
Sabtu, 14 Maret 2009
Uang, Uang, dan UANG
Jadi hari Kamis, 19 Februari 2009, gue ama temen gue yang paliiiiiiiiiiiiing pertama di Labsky yaitu Sekar itu ke mobil jemputan duluan. Kita tuh udah niat supaya bisa ke Drive-thru McDonald lagi kea kemarinnya gitu. Dan ternyataaaaaaa…… BELOM ADA YANG DATENG KE JEMPUTAN SELAIN KITA BERDUA!! Aaargh it’s such a damn shit! Terus Sekar tuh ngomong gitu tentang begitu perfeknya diri gue (padahal gue sama sekali ngga secantik dan ngga sepinter dia!). Katanya: “You get what you want, Fa… For example, you get your so-called brothers. You could text and phone someone you like most. And you have a nice so-called sisters! You’re just so… lucky.” Dia juga bilang soal betapa perfeknya Adya dan Neska, temen2 sekelasnya di aksel. Mereka tuh good-looking, pinter, dan amat sangat sempurna dalam apapun yang mereka kerjakan. Terus dia juga bilang: “Mereka terlalu perfect! Siapa yang bilang tuh kalo nobody’s perfect? Itu tuh bullshit! That’s just like ‘money can’t buy everything.’ Yes, money can’t buy everything. But everything is money!” Daaaaannn… itulah yang membuat kita berdua masuk ke dalam money talks. Kita jadinya ngomongin kalo duit itu bisa bikin kita mampu melakukan APA AJA. We could get a social status, friends, boyfriends, crushes, fame, and a zillion other things with money, money, and money. Even we can afford a family with money! Oh gosh. When she said that I’m so lucky that I even get my crush, my so-called siblings, I said this: “It’s not just about who you are, it’s about with whom did you socialize with! I was befriending with *peep*, and automatically I started to make friends (really?) with her boyfriend, who later becomes my so-called brother. And he is my so-called crush’s best buddy, so he introduced me to him silently. And what about my so-called sisters? I knew them when I was in elementary school. So, the point is: hang out with those who’ll bring advantage to you! I didn’t make friends with her for that purpose, it’s accidentally comes to me. I made friends with her because she was fun and I liked her. Jadi, akhirnya, gue menyimpulkan bahwa kehidupan sosial kitalah yang bisa membuat kita menjadi lebih ‘beruntung’, dan tidak lupa juga bahwa UANG masih sangat dibutuhkan. Kenapa? Soalnya gue pernah baca di WikiHow gitu tentang How to be a Socialite. Dan salah satu modal menjadi socialite alias orang yang populer-sering ke pesta-terkenal-disukai adalaaaaaaah… duit. Tetep aja kan ujung2nya duit lagiiii duit lagiii!
Langganan:
Postingan (Atom)